Senin, 20 Desember 2010

Kepala Sekolah Harus Profesional

Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) meminta kepala sekolah tetap menjaga profesionalitas .Karena itu,mereka dilarang menjadi tim sukses dalam pemilihan kepala daerah.


Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal mengatakan, saat ini banyak kepala sekolah (kepsek) yang direkrut menjadi motor penggerak dalam pemilihan kepala daerah. Banyak juga pemerintah daerah yang memutasikan kepsek ke daerah lain untuk dipaksa menjadi tim sukses. “Ini sudah sangat memprihatinkan. Praktik politisasi pendidikan harus diberantas, “ ujarnya di Gedung Kemendiknas kemarin. Karena itu,Kemendiknas telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Menjadi Kepala Sekolah.Permen tersebut tidak akan membatasi pemerintah daerah untuk mengangkat kepala sekolah.Namun,payung hukum ini mengatur persyaratan kepsek sesuai tuntutan profesionalitas.

Permen ini diharapkan bisa menjawab keraguan masyarakat terhadap pemerintah daerah, terutama menyangkut tata cara pengangkatan kepsek.Yang terjadi di banyak daerah, kepsek diangkat oleh bupati baru berdasarkan unsur dukungan politis. Lahirnya Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 ini juga melengkapi peraturan sebelumnya yaitu UU Sisdiknas yang mengatur penugasan menjadi kepsek.Di antara syarat menjadi kepala sekolah dipaparkan di antaranya harus lulus S-1 dan pada beberapa kasus harus lulus S-2 dan sudah lama menjadi guru serta lulus uji kompetensi menjadi kepala sekolah. Setelah uji kompetensi, kata Fasli, calon kepala sekolah pun harus menjalani serangkaian pelatihan mempersiapkan diri menjadi kepala sekolah.

“Jumlah guru yang ikut kompetensi juga harus disesuaikan dengan jumlah kepsek yang dibutuhkan,”ungkapnya. Menurut Fasli, ciri- ciri kepsek yang bagus adalah yang memenuhi beberapa syarat yaitu kepsek harus mampu menjadikan sekolah sebagai suatu manajemen pengembangan ilmu,moral,potensi,bakat, dan minat anak. Kinerja manajerial kepsek dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM) sekolah seperti guru, pustakawan, administrasi harus pandai diatur. “Karena sekolah adalah institusi yang harus ada cashflow jelas, evaluasi diri, perencanaan, dan pembiayaan yang jelas sehingga diketahui apakah sekolah itu bergerak maju atau mundur,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Fasli menuturkan, Kemendiknas akan mengembangkan perkumpulan profesional di sekolah yang tingkatannya berbeda dengan kepala sekolah. Di tingkat satuan pendidikan telah terbentuk tim pengembang kurikulum tingkat sekolah.Keberadaan mereka perlu difasilitasi dengan materi-materi dan bahan-bahan pendukung. Pengembangan materi ajar dapat disadur dari buku Secercah Harapan:Praktik-Praktik Terbaik di Sekolah karangan Anita Lie,Takim Andriono dan Sarah Prasasti.Fasli mengatakan, buku tersebut dapat dijadikan sebagai bahan untuk mendukung kegiatan kelompok profesional ini.

Buku tersebut dapat dimanfaatkan oleh Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Anita Lie menyampaikan, kisah- kisah para guru sejati dalam bukunya merupakan suatu oasis yang patut dibagikan. Buku ini merupakan dokumentasi pemikiran- pemikiran penulis seputar pendidikan. Selain juga kisahkisah para pejuang pendidikan di berbagai daerah terpencil.“Masih ada harapan kesungguhan guruguru untuk tetap mengabdi dalam keterbatasan,”imbuhnya. Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo mengatakan, jalan keluar dari politisasi pendidikan itu jangan hanya membuat permen, tetapi merevisi UU Kepegawaian.

“Kami sedang mengusulkan ke DPR dalam pembahasan UU Kepegawaian. Dalam merekrut guru itu dibutuhkan jalur khusus beda dengan PNS,”ujarnya. Dia berpendapat, pembuatan permendiknas itu hanya langkah parsial yang tidak akan menyurutkan langkah pemerintah daerah untuk merekrut kepsek dalam tim sukses. Pemerintah daerah mempunyai UU Otonomi Daerah yang melindunginya untuk merekrut pegawai sesuai keinginannya. Menurut dia,tidak hanya kepsek yang direkrut dalam dunia politik. Banyak oknum yang tidak bertanggung jawab merekrut pengawas sekolah dan guru untuk memperbanyak dukungan.

Kalau ada yang tidak mau direkrut, guru ataupun rekan sejawatnya akan dimutasi ke tempatlain.“Masalahinitimbuldari dua hal yakni anggaran dan ketenagakerjaan yang tidak diawasi dengan ketat,”imbuhnya. (neneng zubaidah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar